Yuniyanto tak pernah menaruh beban berat di atas pundak anaknya. Sebagai seorang petani, Yuni, sapaannya, hanya berharap anak keduanya, Bernadinus Yoga Kristian, diterima saat mendaftar di Akademi Angkatan Udara (AAU) empat tahun silam.
Rasa lelah masih begitu tampak pada wajah Yuni. Tampangnya pun tampak lusuh seolah baru bangun tidur. Pakaiannya yang dikenakan sangat sederhana, kaos polo motif garis dipadu celana tiga perempat. Di balik rasa lelah yang masih mendera, wajah bapak dua anak ini tak dapat menyembunyikan kebahagiaan. Senyum selalu mengembang.
“Baru sampai rumah tadi pagi sekitar jam 04.00,” ucap Yuni menceritakan bahwa dirinya baru saja pulang dari Jakarta saat ditemui di rumahnya, Dusun Kedon, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul kemarin (26/7).
Yuni ke ibu kota menghadiri upacara pelantikan taruna dan taruni akademi angkatan dan akademi kepolisian yang telah lulus pendidikan menjadi perwira pertama di halaman Istana Merdeka Selasa (25/7) lalu. Putra bungsunya, Bernadinus Yoga Kristian, turut dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Bahkan, Yoga menjadi salah satu dari empat terbaik alias penerima Adhimakayasa dari masing-masing akademi.
Pria kelahiran 51 tahun lalu ini tidak datang sendiri. Melainkan bersama istri, anak sulung, dan cucunya.“Berangkat malam Sabtu. Naik travel,” lanjutnya.
Kecerahan raut muka Yuni sebenarnya akumulasi dari kebahagiaan atas kelulusan Yoga. Keluarga juga sudah mendengar bahwa Yoga bakal meraih Adhimakayasa sejak awal bulan ini. Persisnya saat acara wisuda sarjana terapan pertahanan di Gedung Sabang Merauke Kompleks AAU Bumi Maguwo. Namun, saat itu Yuni belum meyakini kepastiannya. Bagi Yuni, capaian ini di luar ekspektasi. Saat itu keluarga hanya berharap Yoga dapat diterima kala mendaftar di AAU pada 2013 lalu. Tak ada harapan lain. Sebab, AAU merupakan pilihan Yoga pribadi selepas lulus dari SMA Taruna Nusantara di Magelang.
Bahkan, Yoga sendiri yang mengambil, sekaligus mengisi formulir pendaftaran di SMA Taruna Nusantara. Terlebih, belum pernah ada keluarganya yang berkarir di dunia militer. Karena itulah keluarga sangat mendukung pilihan pendidikan pemuda kelahiran 1994 yang kini berpangkat letda elektro itu. “Sing penting nek klebu melu dalan sing apik. Gur niku (Yang penting kalau diterima ikut jalan yang baik. Hanya itu, Red),” ucapnya.
Selain bangga atas prestasi anaknya, Yuni menganggap penghargaan itu sebagai beban tersendiri. Minimal, Yoga harus sanggup mempertahankan kualitas diri. Sebab, Adhimakayasa bukanlah tujuan sekaligus akhir perjalanan. Sebaliknya, justru sebagai titik awal permulaan karirnya. “Kudu tenanan. Ora oleh sembrono (Harus sungguh-sungguh. Tidak boleh main-main, Red),” kata Yuni menirukan pesan khusus kepada anaknya usai penerimaan penghargaan.
Kendati anaknya bakal memiliki karir militer yang cemerlang, Yuni tetap tak jemawa. Tak lupa, Yuni mewanti-wanti anaknya agar tulus mengabdi kepada negara. Sekaligus siap ditempatkan di mana pun.
“Ora duwe pengangkah nendi-nendi (Tidak punya niat macam-macam, Red),” ungkap Yuni mengaku hingga sekarang belum mengetahui Yoga bakal berdinas di mana.
Sewaktu kecil, Yuni bercerita bahwa Yoga seperti anak seusianya. Bermain teman-teman sebayanya sepulang sekolah. Namun, menginjak SMP, Yuni mulai serius memberikan pengarahan. Itu ditandai dengan pembatasan jam bermain. Putra pasangan Yuniyanto-Chatharina Suharyanti ini hanya boleh bermain di luar rumah saat akhir pekan.
“Setelah sekolah les sampai sore. Anaknya juga mau,” kenangnya.
Pembatasan jam bermain ini juga bertujuan untuk mendongkrak kompetensi Yoga. Sebab, sepanjang duduk di bangku SD prestasi akademik Yoga cukup mencolok. Tak pernah ke luar dari tiga terbaik. Begitu pula saat duduk di bangku SMP. “Di SMA juga hampir sama,” urainya.
(rj/zam/ong/JPR)
ZAKKI MUBAROK, Bantul